SUKA DUKA MENGABDI DI DAERAH TERPENCIL
Menjadi guru muda di kampung orang bukanlah hal yang mudah.
Guru muda dianggap bisa melakukan tugas apa saja,baik tugas di sekolah maupun tugas kemasyarakatan.Guru muda selalu menjadi tumpuan harapan.Padahal,di saat itu sang guru muda belum siap karena belum berpengalaman.
Hal seperti inilah yang saya alami ketika menjadi guru di SDK Paku,Kec.Sano Nggoang,Kab.Manggarai Barat.
Prinsip saya,menolak tugas yang telah diberikan sama dengan menolak peluang untuk belajar mengemban tugas.
Sekali kita menolak suatu tugas apapun,untuk selamanya kita tidak akan mendapat tugas apa-apa.
Rugi 'kan?
Karena saya aktif dalam beberapa kegiatan kemasyarakatan,hal ini justru membuat orang-orang di sana berusaha dan berjuang agar saya betah,bertahan,dan bahkan harus bisa menetap di sana selamanya.
Banyak cara yang dilakukan agar saya tidak akan pulang/pindah ke kampung sendiri.
Setelah saya berkeluarga,dalam tempo satu bulan dibangunlah rumah baru dilengkapi dapur oleh orang tua murid.
Hasil tanaman kopi sekolah di sekitar rumah baru ini diserahkan seluruhnya kepada saya.
Hasilnya lumayan setiap kali panen.
Salah satu orang tua murid rela menjual tanah pekarangannya kepada saya dengan harga yang sangat murah.
Selain itu,saya diangkat menjadi anggota keluarga di sana.
Dari orang tua angkat,saya dipinjami beberapa petak sawah. Hasilnyapun malah melebihi kebutuhan beras dalam setahun.
Pekarangan rumahku pun cukup luas sehingga dapat ditanami sayur-sayuran dan berbagai jenis pisang.
Kalau soal lauk,bisa dicari sendiri di dua buah sungai yang mengapiti kompleks sekolah.
Ikan gabus,belut,udang,dan kepiting sangat mudah ditangkap.
Atau bisa juga pergi berburu rusa di padang.
Lauk tidak pernah dibeli.
Jadi,semuanya tersedia.
Walau demikian banyak hal juga yang membuat saya dan keluarga terpaksa pulang kampung,dengan tidak mengurangi pengorbanan yang diberikan orang-orang di Paku.
Pertimbangan terlalu jauh dari orang tua dan sulitnya transportasi dan komunikasi menjadì alasan utama kepindahan kami setelah mengabdi selama sembilan tahun di sana.
Akhirnya,setelah melalui perjuangan yang cukup berat saya pindah mengajar ke kampung sendiri pada bulan Oktober 2001.
Derai air mata dan teriakan histeris mengiringi kepulangan kami.
Sore hari itu,kendaraan yang menjemput kami bergerak perlahan meninggalkan Paku.
Mata kami tertuju ke lembah Paku sampai hilang dari pandangan.
Mungkinkah kami akan kembali?
''Pong Mbawa''
Guru muda dianggap bisa melakukan tugas apa saja,baik tugas di sekolah maupun tugas kemasyarakatan.Guru muda selalu menjadi tumpuan harapan.Padahal,di saat itu sang guru muda belum siap karena belum berpengalaman.
Hal seperti inilah yang saya alami ketika menjadi guru di SDK Paku,Kec.Sano Nggoang,Kab.Manggarai Barat.
Prinsip saya,menolak tugas yang telah diberikan sama dengan menolak peluang untuk belajar mengemban tugas.
Sekali kita menolak suatu tugas apapun,untuk selamanya kita tidak akan mendapat tugas apa-apa.
Rugi 'kan?
Karena saya aktif dalam beberapa kegiatan kemasyarakatan,hal ini justru membuat orang-orang di sana berusaha dan berjuang agar saya betah,bertahan,dan bahkan harus bisa menetap di sana selamanya.
Banyak cara yang dilakukan agar saya tidak akan pulang/pindah ke kampung sendiri.
Setelah saya berkeluarga,dalam tempo satu bulan dibangunlah rumah baru dilengkapi dapur oleh orang tua murid.
Hasil tanaman kopi sekolah di sekitar rumah baru ini diserahkan seluruhnya kepada saya.
Hasilnya lumayan setiap kali panen.
Salah satu orang tua murid rela menjual tanah pekarangannya kepada saya dengan harga yang sangat murah.
Selain itu,saya diangkat menjadi anggota keluarga di sana.
Dari orang tua angkat,saya dipinjami beberapa petak sawah. Hasilnyapun malah melebihi kebutuhan beras dalam setahun.
Pekarangan rumahku pun cukup luas sehingga dapat ditanami sayur-sayuran dan berbagai jenis pisang.
Kalau soal lauk,bisa dicari sendiri di dua buah sungai yang mengapiti kompleks sekolah.
Ikan gabus,belut,udang,dan kepiting sangat mudah ditangkap.
Atau bisa juga pergi berburu rusa di padang.
Lauk tidak pernah dibeli.
Jadi,semuanya tersedia.
Walau demikian banyak hal juga yang membuat saya dan keluarga terpaksa pulang kampung,dengan tidak mengurangi pengorbanan yang diberikan orang-orang di Paku.
Pertimbangan terlalu jauh dari orang tua dan sulitnya transportasi dan komunikasi menjadì alasan utama kepindahan kami setelah mengabdi selama sembilan tahun di sana.
Akhirnya,setelah melalui perjuangan yang cukup berat saya pindah mengajar ke kampung sendiri pada bulan Oktober 2001.
Derai air mata dan teriakan histeris mengiringi kepulangan kami.
Sore hari itu,kendaraan yang menjemput kami bergerak perlahan meninggalkan Paku.
Mata kami tertuju ke lembah Paku sampai hilang dari pandangan.
Mungkinkah kami akan kembali?
''Pong Mbawa''
Ceritanya haru juga,aku juga ni orang kampung tapi bukan guru,petani aja.
BalasHapusDan makash atas knjungan nya di anu.totalh.com
Terima kasih,Mas.
BalasHapusSdh mampir di blogku.
Slm hangat dan slm persahabatan!
hmm.. pengalaman yang cukup mengharukan . semoga kapan2 bisa reuni
BalasHapusTerima kasih bisa mampir di sini.Salam hangat selalu.
BalasHapusSebuah perpisahan yang mengharukan pak, semoga yang ditinggalkan bisa mendapatkan guru pengganti sebaik bapak ya, soalnya dijaman sekarang ini susah sekali mencari orang yang benar-benar mau mengabdi kepada profesi yang sudah menjadi pilihannya, apalagi mau ditempatkan di daerah terpencil. Salam hangat, pak guru.
BalasHapusSlmt datang di blog ini,Pak Andre.
BalasHapusTerima kasih atas komentarnya.
Salam hangat kembali dari Flores.
ceritanya mengharukan pak...
BalasHapusmengingatkan pada kampung halaman saya yang berada di daerah terpencil di pulau sumbawa...
dan sebuah tanggung jawab bagi saya untuk bisa mengembangkan desa saya itu seperti bapak...
Terima kasih Arsumba sdh kunjungi blog ini.
BalasHapusSayang,saya tdk tau nama aslinya.
Tulisan ini dibuat sekedar bernostalgia tentang pengalaman di tempat tugas.
Walau sdh ditinggalkan,namun slalu dikenang.
Slm persahabatan dan slm hangat slalu.
Perpisahan yang berat, apalagi kalau kita sudah merasa satu jiwa dengan penduduk dan alam disana. Semoga di tempat sendiri kita bisa memberi konstribusi yang berarti magi sesama....
BalasHapusOk,Bu Guru!
BalasHapusMudah-mudahan makin bertambahnya usia,semangat pengabdian kita tetap bernyala-nyala kapan dan di manapun kita berada.
sebuah ikatan yang sudah terjalin dengan erat...
BalasHapusdan ikatan erat itu akan sedikit dilonggarkan,,,
sungguh berat terasa..
Salam Hangat Selalu
Tabea... Salam kenal dari Manado. Nice Blog.
BalasHapusTabea... Saya skarang mengelolah Blog Baru di WordPress. Silahkan kunjungi http://rafansblog2010.wordpress.com dengan nama MANADO BLOG - Weblog Info & Koment. Thanks,-
BalasHapusMemang demikianlah yg terasa,Pak Abula.
BalasHapus---
Tabe,Pak Frans.
Selamat datang di blogku.
Moga persahabatan kita tetap lestari.
Salam hangat dari Flores.
O,ya,Pak!Nanti akan saya kunjungi blog barunya.
BalasHapusTerima kasih.
Sangat mengharukan senasib dengan saya
BalasHapus